Setiap
saat teringat masa silam di waktu kecil tak luput dari ingatan, setiap sudut
desaku petunjungan brebes rasanya sudah lama sekali aku takpernah pulang, ingat
sahabat-sahabat, ingat sama lingkungan yang senantiasa mengisi waktu kecilku
bermain di sawah, ladang, sungai dimana mandi setiap habis bermain di siang
hari untuk mnyejukan badan dari sengatan matahari yang terik, kebun bambu
dimana aku sering sekali mencari kayu bakar dari ranting ranting kering naik
sampai ujung pohon, dari bambu satu kebambu yang lain, dari satu rumpun besar
itu sambil bercengrama riang.
Terkadang
menemui ular yang sedang tidur di atas pohon bambu, ular koros di desaku nama
ular yang suka naik pohon ular tersebut tidak berbahaya tapi tentu saja
menakutkan, terkadang dikala musim tanam padi tiba sungai kecil sebagai sasaran
hiburan sore hari, mancing belut istilahnya ngurek di daerah pasundan mah,
sangat mengasikkan sampai lupa waktu, hari menjelang gelap kami masih asyik di
pingir sungai, sambil mengumpulkan ranting kayu kering untuk membakar belut
yang kami dapatkan dari memancing tadi.
Sasak
istilah di desaku tempat paling indah saat itu, diman aku bermain pada siang
hari sampai sore hari, setelah pulang sekolah, apalagi dahulu masih ada kereta
uap penarik tebu dari hasil panen untuk di olah menjadi gula saat itu pabrik
gula PG Banjaratma masih ada. Saat itu suasana di sawah ramai, hingga malam
hari walau gelap gulita tapi tetap asyik. Makan tebu sepuasnya, sasak itu
sebagai ajang rekreasi desa masyarakat sekitar saat itu. Teman sebaya kami
cukup banyak, sehingga sangat seru apa bila kami berkumpul dan madi disungai
hingga bisa berjam-jam, sampai lupa waktu.
Andai
musim kemarau tiba itulah saatnya di desaku semua menanam bawang, bawang merah
disinilah tempatnya, petani cenderung menanam bawang hampir semua bidang
persawahan di penjuru pertanian di Brebes adalah pertanian bawang merah.
Dari
masa tanam hingga panen butuh 60 hari, bawang merah dapat di panen, saat itu
juga pada malam harinya sawah diramaikan para penunggu hasil panennya, agat
tidak di curi orang, sekalian penjemuran, sampai kering dan batas waktu yang
telah di tentukan, barulah bawang itu dapat di bawa pulang atau di jual kepara
tengkulak, karena bawang kering dengan basah sehabis dipanen itu sanggat
menentukan harga Jual, dan seandainya di bawa kerumah biasanya untuk bibit
sandiri atau dijual, sedangkan bawang bibit harganya jauh lebih tinggi.
Panen Bawang Merah |
Saat
kemarau berakhir, musim hujan saat itu musim yang sangat sulit buat kami karena
bermain sangatlah terbatas, tidak sebebas musim kemarau, musim hujan sungai
besar dan kecil penuh dengan air hujan setelah sebulan berlalu , saatnya
memancing ikan setelah pulang sekolah, sekolah ku cukup jauh kurang lebih tiga
kilometer perjalanan ke desa sebelah di mana sekolah SD Banjaratma 1 Kabupaten Brebes itu aku belajar.
Tidur
siang bagi ku sangat lah rugi saat masa kecilku dulu, sawah dan ladang, sungai
adalah sahabatku jadi hampir setiap hari kami bermaen, mandi disungai yang
airnya penuh, setelah puas disungai kami bergegas pergi ke lapangan sepak bola
walau saat itu badan kami basah kuyup diguyur air hujan yang turun deras saat
itu, sesampainya dilapang ternyata kami tidak sendiri sudah banyak teman-teman
yang lain menungu dari berbagai blok desa, karena satu desa hanya punya satu
lapangan sepak bola, dan sangat luas kami bersatu membentuk kelompok time dan
kami bermain, walau pada saat itu hujan sangat deras lama sekali dan hujan pun
takunjung reda, kami tidak pedulikan hujan dan tubuh ini semakin mengigil.
Suara
petir sangan keras mengelegar saling bersautan, kami hanya menganggap sebagai
hiburan biasa, sesekali petir itu muncul kami hanya tiarap, semua dan setelah
petir itu berlalu langsung maen lagi, sangat seru sekalih dan mungkin takan
kami temukan lagi masa-masa kecil dulu pada anak sekarang, setelah kelelahan
kami pun pulang dengan badan basah kuyup lemas lunglai berjalanpun sambil
mengigil kedinginan, kegiatan bermain ini bukan sekali dua kali tapi hampir
setiap hari pada musim hujan tiba, seru rasanya.
Sampailah
dirumah mandi rasanya segar sekali sampai tubuh ini terus mengiggil dan duduk
di depan perapian menunggu ibu memasak, saat itu masih memakai kayu bakar yang
saya kumpulkan dari hasil pencarianku disaat waktu sengang, dan ibuku memilah
yang basah dan yang kering, kayu itu lah yang nantinya buat masak sehari-hari,
saat-saat itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Langsung aku ketiduran
di atas tikar depan tungku perapian sampai pulas, harum aroma masakan ema sangat
mengoda hingga perut rasanya melilit lapar, selesai memasak ema membangunkan
ku, kami makan bersama-sama.
Sampai
saat sekarang aroma masakan emaku takan kulupakan haaa… luar biasa, rasa
laparku terbayar sudah makan dengan lahap, menu sederhana Sayur asam, sambal,
ikan asin layur, nasi liwet, nikmat banget.
0 comments:
Post a Comment